Kamis, 16 Februari 2012

Asuhan Keperawatan Pada Demam Typoid

KONSEP DASAR

A.    PENGERTIAN
Menurut Carollus (1994:1) demam typoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh salmonella typhi, salmonella parathypi A, salmonella parathypi B, salmonella parathypi C.
Menurut Soeparman (1996:435) sinonim demam typoid dan demam paratypoid adalah typoid dan paratypoid fever, enteris fever, typhus dan paratyphus abdominalis.


B.     ETIOLOGI
Menurut Mansjoer (1999:421) demam typoid disebabkan oleh salmonella typhi, sedangkan demam paratyphoid disebabkan oleh organisme dalam spesies salmonella enteritidis yaitu salmonella enteritidis bioserotipe paratyphi A, salmonella enteritidis bioserotipe paratyphi B, salmonella enteritidis bioserotipe paratyphi C.

C.    PATHWAY
Download pathway dibawah link gambar download askep


D.    MANIFESTASI KLINIS
Masa tunas demam typhoid berlangsung 10 sampai 14 hari, gejala yang timbul amat bervariasi. serangan demam dapat mencapai 40 C, lebih panas pada malam hari, dalam minggu pertama keluhan dan gejala serupa dengan infeksi akut yaitu demam, nyeri kepala, pusing, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Pada minggu kedua suhu badan yang tinggi mengalami penurunan sedikit pada waktu pagi hari. Bradikardi relatif, hepatomegali, splenomegali, meteorismus dan gangguan mental berupa somnolen dan delirium karena terjadi peningkatan suhu (Soeparman, 1996 : 436). Pada minggu ketiga terjadi ulserasi pada plak peyeri    dan pada minggu keempat terjadi penyembuhan ulkus-ulkus yang menimbulkan sikatriks. Selain itu biakan cairan lesi menunjukkan adanya basil typhoid juga terdapat bakteri di dalam lambung, empedu atau ginjal, menyebabkan penderita yang sembuh dari demam typhoid menjadi carier yang menjadi sumber penularan bagi orang lain (P. K. Sint Carolus, 1994 : 2).

E.     PENATALAKSANAAN
Menurut Braunwald (1991) penatalaksanaan medis adalah sebagai berikut :
1.      Obat-obat antibiotik : kloramfenikol, tiamfenikol.
2.      Antipiretika.
3.      Tirah baring selama demam, untuk mencegah komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus.
4.      Diet pada permulaan, diet makanan yang tidak merangsang ke saluran cerna dalam bentuk saring atau lunak.
5.      Makanan dapat ditingkatkan sesuai perkembangan keluhan gastro intestinal sampai makanan biasa.
6.      Tindakan operasi bila ada komplikasi perforasi.
7.      Transfusi bila diperlukan pada komplikasi perdarahan.

F.     KOMPLIKASI
Menurut Soeparman (1996 : 438) komplikasi typoid adalah :
1.      Komplikasi intestinal : perdarahan usus, perforasi usus, illeus paralitik.
2.      Komplikasi ekstra intestinal.
a.       Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboplebitis.
b.      Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopeni.
c.       Komplikasi paru : pneumonia, pleuritis.
d.      Komplikasi hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
e.       Komplikasi ginjal : glomerulonefritis.
f.       Komplikasi tulang : osteomielitis artritis.
g.      Komplikasi psikiatrik : delirium, meningitis.



G.    PENGELOLAAN KASUS
1.      Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella typhi (Mi Ja Kim, 1995)
Tujuan : Pasien mencapai suhu tubuh normal (360 – 370 C).
Kriteria hasil :
a.       Mengidentifikasi faktor-faktor resiko hipertermia.
b.      Menurunkan faktor-faktor resiko hipertermia.
c.       Mempertahankan suhu tubuh normal.
Intervensi :
a.       Kaji sejauh mana pengetahuan pasien tentang hipertermia.
b.      Observasi TTV.
c.       Observasi masukan cairan.
d.      Jelaskan penyebab terjadinya hipertermia.
e.       Anjurkan upaya-upaya untuk mengatasi hipertermia.
f.       Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antipiretik.
2.      Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan lesi plak peyeri                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                   , proses inflamasi akibat salmonella typhi (Tucker, 1998 : 13).
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :
a.       Pasien mengatakan rasa nyeri perut hilang
b.      Vital sign dalam batas normal.
Rencana tindakan :
a.       Observasi TTV.
b.      Kaji tingkat nyeri.
c.       Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
d.      Alihkan perhatian pasien dari rasa nyeri.
e.       Laksanakan program terapi dokter dalam pemberian antibiotik.
3.      Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang kurang akibat mual, muntah, anoreksia (PK Sint Carolus, 1994).
Tujuan : Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria hasil :
a.       Keadaan umum baik.
b.      Makanan porsi sedang.
c.       Penambahan berat badan sesuai kebutuhan.
Intervensi :
a.       Kaji pola makan pasien.
b.      Anjurkan pasien makan dalam porsi kecil dan sering.
c.       Jelaskan pentingnya makanan bagi tubuh.
d.      Sajikan makan dalam keadaan hangat.
e.       Timbang BB pasien.
4.      Gangguan pola eliminasi : diare berhubungan dengan proses peradangan pada usus. (PK Sint Corolus, 1994).
Tujuan : Defekasi normal
Kriteria hasil :
a.       Konsistensi lembek.
b.      Tidak terjadi kerusakan kulit atau lecet pada anus.
Intervensi :
a.       Kaji dan catat keadaan abdomen, bising usus, adanya kembung, nyeri.
b.      Observasi keadaan umum.
c.       Jelaskan penyebab diare.
d.      Berikan makanan yang tidak merangsang.
e.       Timbang BB.
f.       Kolaborasi dalam pemberian obat.
5.      Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik. (Carpenito, 2000)
Tujuan : Pasien dapat meningkatkan kemampuan untuk melakukan aktivitas.
Kriteria hasil :
a.       Aktivitas mandiri meningkat.
b.      Kebutuhan sehari-hari pasien terpenuhi.
Intervensi :
a.       Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas.
b.      Observasi TTV.
c.       Ajarkan pasien melakukan aktivitas fisik sesuai kemampuannya.
d.      Bantu aktivitas kebutuhan sehari-hari sesuai kebutuhan.
e.       Anjurkan aktivitas perawatan diri segera setelah pasien dapat melakukannya.
6.      Resiko tinggi perdarahan dan perforasi usus berhubungan dengan nekrosis plak peyeri. (Ngastiyah, 1997 : 161)
Tujuan : Perdarahan dan perforasi usus tidak terjadi.
Intervensi :
a.       Kaji keadaan umum
b.      Kaji TTV.
c.       Perhatikan penggunaan obat secara teratur dan adekuat.
d.      Anjurkan pasien untuk istirahat atau tirah baring sesuai kondisi pasien.
e.       Lakukan pengawasan tingkat kesadaran, hentikan makan dan minum saat dijumpai komplikasi.
7.      Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang, dehidrasi ( Tucker, 1998 )
Tujuan : Pasien menunjukkan masukan dan haluaran yang seimbang.
Kriteria hasil :
a.        Turgor kulit baik.
b.         Tidak terjadi dehidrasi.
c.         Keadaan umum baik.
Intervensi :
a.        Pantau pemasukan dan haluaran.
b.        Pantau elektrolit darah.
c.        Kaji edema perifer.
d.       Hindari pemakaian laksatif.
e.        Awasi tekanan darah dan frekuensi jantung.
f.         Kontrol suhu lingkungan.
g.        Perhatikan tanda dan gejala dehidrasi.


DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Sylvia. (1993). Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. Edisi 2. Alih Bahasa : Adji Dharma Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Braunwald, Eugene, et all. (1991). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Harrison Kelainan Karena Agen Biologik dan Lingkungan. Edisi II. Alih Bahasa : Dr. Petrus Andrianto. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Carpenito, LJ. (2000). Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinis. Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Carpenito, LJ. (2001). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Alih Bahasa : Monica Ester, SKp. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Engram, Barbara. (1998). Medical Surgical Nursing Care Plans. Volume 2. Editor : Ester Monica. Alih Bahasa : Suharyati Samba. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Ganong, William F. (1999) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 17. Penerjemah : dr. M. Djauhari Widjajakusumah, dkk. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Kim, Mi Ja. (1995). Diagnosa Keperawatan. Edisi 5. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Long, Barbara. (1993). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan). Penerbit Yayasan IAPK Pananaran. Bandung.
Long, Barbara. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan). Penerbit Yayasan IAPK Pananaran. Bandung.
Mansjoer, Arief, dkk. (1999) Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid I. Penerbit Media Aesculapius FKUI. Jakarta.
Mansjoer, Arief, dkk. (2000) Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid I. Penerbit Media Aesculapius FKUI. Jakarta.
Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Ovedoff, David. (1995). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Revisi. Penerbit Media Aesculapius FKUI. Jakarta.
PK. Sint Carolus. (1994). Demam Typoid. Penerbit Panitia S.A.K. Komisi. Jakarta.

Soeparman. (1994). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi I. Jilid II. Balai Pustaka FKUI. Jakarta.
Soeparman. (1996). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi I. Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta
Tucker, Susan Martin, et all. (1998). Standar Perawatan Pasien Proses Perawatan, Diagnosis, dan Evaluasi. Volume 1. Edisi V. Alih Bahasa : Yasmin Asih, SKp, dkk. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar