Senin, 28 Desember 2009

Askep Psoriasis

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Psoriasis


Psoriasis

Pengertian

Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan; disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner. Psoriasis juga disebut psoriasis vulgaris berarti psoriasis yang biasa, karena ada psoriasis lain, misalnya psoriasis pustulosa.


Etiologi

Etiologi belum diketahui, yang jelas ialah waktu pulih (turn over time) epidermis dipercepat menjadi 3-4 hari, sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari.Berbagai penyelidikan yang lebih mendalam untuk mengetahui penyebabnya yang pasti masih banyak dilakukan. Beberapa faktor penting yang disangka menjadi penyebab timbulnya Psoriasis adalah :
  • Genetik
  • Imunologik
  • Stres Psikik
  • Infeksi fokal. Umumnya infeksi disebabkan oleh Kuman Streptococcus
  • Faktor Endokrin. Puncak insidens pada waktu pubertas dan menopause, pada waktu kehamilan membaik tapi menjadi lebih buruk pada masa pascapartus.
  • Gangguan Metabolik, contohnya hipokalsemia dan dialisis.
  • Obat-obatan misalnya beta-adrenergic blocking agents, litium, antimalaria, dan penghentian mendadak korikosteroid sistemik.
  • Alkohol dan merokok.

Patofisiologi

Psoriasis merupakan penyakit kronik yang dapat terjadi pada setiap usia. Perjalanan alamiah penyakit ini sangat berfluktuasi. Pada psoriasis ditunjukan adanya penebalan epidermis dan stratum korneum dan pelebaran pembuluh-pembuluh darah dermis bagian atas. Jumlah sel-sel basal yang bermitosis jelas meningkat. Sel-sel yang membelah dengan cepat itu bergerak dengan cepat ke bagian permukaan epidermis yang menebal. Proliferasi dan migrasi sel-sel epidermis yang cepat ini menyebabkan epidermis menjadi tebal dan diliputi keratin yang tebal ( sisik yang berwarna seperti perak ). Peningkatan kecepatan mitosis sel-sel epidermis ini agaknya antara lain disebabkan oleh kadar nukleotida siklik yang abnormal , terutama adenosin monofosfat(AMP)siklik dan guanosin monofosfat (GMP) siklik. Prostaglandin dan poliamin juga abnormal pada penyakit ini. Peranan setiap kelainan tersebut dalam mempengaruhi plak psoriatik belum dapat dimengerti secara jelas.


Manifestasi klinis

Penderita biasanya mengeluh adanya gatal ringan pada tempat-tempat predileksi, yakni pada kulit kepala, perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas bagian ekstensor terutama siku serta lutut, dan daerah lumbosakral.
Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan skuama diatasnya. Eritema berbatas tegas dan merata. Skuama berlapis-lapis, kasar, dan berwarna putih seperti mika, serta transparan.

Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner. Fenomena tetesan lilin ialah skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada goresan, seperti lilin digores. Pada fenomena Auspitz serum atau darah berbintik-bintik yang disebabkan karena papilomatosis. Trauma pada kulit , misalnya garukan , dapat menyebabkan kelainan yang sama dengan kelainan psoriasis dan disebut kobner.
Psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan kuku yang agak khas yang disebut pitting nail atau nail pit berupa lekukan-lekukan miliar.

Bentuk Klinis :
  1. Psoriasis Vulgaris
  2. Psoriasis Gutata
  3. Psoriasis Inversa ( Psoriasis Fleksural)
  4. Psoriasis Eksudativa
  5. Psoriasis Seboroik (Seboriasis)
  6. Psoriasis Pustulosa ( Pustulosa Palmoplantar & Pustulosa Generalisata Akut)
  7. Eritroderma Psoriati

Penatalaksanaan Medik

Sampai saat ini belum ditemukan pengobatan yang spesifik karena penyebabnya belum jelas dan banyak faktor yang berpengaruh. Psoriasis sebaiknya diobati secara topikal. Jika hasilnya tidak memuaskan, baru dipertimbangkan pengobatan sistemik karena efek samping pengobatan sistemik lebih banyak.

Pengobatan Sistemik
  1. Kortikosteroid ( Prednison )
  2. Obat sitostatik (Metroteksat)
  3. Levodopa
  4. DDS(diaminodifenilsulfon)
  5. Etretinat dan Asitretein
  6. Siklosporin

Pengobatan Topikal
  1. Preparat Ter ( fosil, kayu, batubara )
  2. Kortikosteroid ( senyawa fluor )
  3. Ditranol ( antralin )
  4. Pengobatan dengan peyinaran
  5. Calcipotrio


Pengkajian

Pengkajian 11 Pola Gordon :
  1. Pola Persepsi Kesehatan
    • Adanya riwayat infeksi sebelumya.
    • Pengobatan sebelumnya tidak berhasil.
    • Riwayat mengonsumsi obat-obatan tertentu, mis., vitamin; jamu.
    • Adakah konsultasi rutin ke Dokter.
    • Hygiene personal yang kurang.
    • Lingkungan yang kurang sehat, tinggal berdesak-desakan.

  2. Pola Nutrisi Metabolik
    • Pola makan sehari-hari: jumlah makanan, waktu makan, berapa kali sehari makan.
    • Kebiasaan mengonsumsi makanan tertentu: berminyak, pedas.
    • Jenis makanan yang disukai.
    • Napsu makan menurun.
    • Muntah-muntah.
    • Penurunan berat badan.
    • Turgor kulit buruk, kering, bersisik, pecah-pecah, benjolan.
    • Perubahan warna kulit, terdapat bercak-bercak, gatal-gatal, rasa terbakar atau perih.

  3. Pola Eliminasi
    • Sering berkeringat.
    • Tanyakan pola berkemih dan bowel.

  4. Pola Aktivitas dan Latihan
    • Pemenuhan sehari-hari terganggu.
    • Kelemahan umum, malaise.
    • Toleransi terhadap aktivitas rendah.
    • Mudah berkeringat saat melakukan aktivitas ringan.
    • Perubahan pola napas saat melakukan aktivitas.

  5. Pola Tidur dan Istirahat
    • Kesulitan tidur pada malam hari karena stres.
    • Mimpi buruk.

  6. Pola Persepsi Kognitif
    • Perubahan dalam konsentrasi dan daya ingat.
    • Pengetahuan akan penyakitnya.

  7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
    • Perasaan tidak percaya diri atau minder.
    • Perasaan terisolasi.

  8. Pola Hubungan dengan Sesama
    • Hidup sendiri atau berkeluarga
    • Frekuensi interaksi berkurang
    • Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran

  9. Pola Reproduksi Seksualitas
    • Gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan pasangan.
    • Penggunaan obat KB mempengaruhi hormon.

  10. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress
    • Emosi tidak stabil
    • Ansietas, takut akan penyakitnya
    • Disorientasi, gelisah

  11. Pola Sistem Kepercayaan
    • Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah
    • Agama yang dianut

Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
  1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi antara dermal-epidermal sekunder akibat psoriasis

  2. Ketakutan berhubungan dengan perubahan penampilan



Intervensi

Diagnosa Keperawatan 1 :

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi antara dermal-epidermal sekunder akibat psoriasis

Tujuan :
Kerusakan integritas kulit dapat teratasi dalam 3 x 24 jam.

Kriteria Hasil :
  • Area terbebas dari infeksi lanjut.
  • Kulit bersih, kering, dan lembab.

Intervensi :
  • Kaji keadaan kulit
    R/ : Mengetahui dan mengidetifikasi kerusakan kulit untuk melakukan intervensi yang tepat.

  • Kaji keadaan umum dan observasi TTV.
    R/ : Mengetahui perubahan status kesehatan pasien.

  • Kaji perubahan warna kulit.
    R/ : Megetahui keefektifan sirkulasi dan mengidentifikasi terjadinya komplikasi.

  • Pertahankan agar daerah yang terinfeksi tetap bersih dan kering.
    R/ : Membantu mempercepat proses penyembuhan.

  • Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat-obatan.
    R/ : Untuk mempercepat penyembuhan.

Diagnosa Keperawatan 2 :

Ketakutan berhubungan dengan perubahan penampilan

Tujuan :
Ketakutan teratasi setelah 3 x 24 jam.

Kriteria Hasil :
  • Klien menyatakan peningkatan kenyamanan psikologis dan fisiologis.
  • Dapat menjelaskan pola koping yang efektif dan tidak efektif.
  • Mengidentifikasi respons kopingnya sendiri.

Intervensi :
  • Kaji ulang perubahan biologis dan fisiologis.
    R/ : Reaksi fisik kronis terhadap stresor-stresor menunjukkan adanya penyakit kronis dan ketahanan rendah.

  • Gunakan sentuhan sebagai toleransi.
    R/ : Kadang-kadang dengan memegang secara hangat akan menolongnya mempertahankan kontrol.

  • Dukung jenis koping yang disukai ketika mekanisme adaftif digunakan.
    R/ : Marah merupakan respon yang adaptif yang menyertai rasa takut.

  • Anjurkan untuk mengekspresikan perasaannya.
    R/ : Dapat mengurangi stres pada pasien.

  • Anjurkan untuk menggunakan mekanisme koping yang normal.
    R/ : Ketepatan dalam menggunakan koping merupakan salah satu cara mengurangi ketakutan.

  • Anjurkan klien untuk mencari stresor dan menghadapi rasa takutnya.
    R/ : Kesadaran akan faktor penyebabkan ketakutan akan memperkuat kontrol dan mencegah perasaan takut yang makin memuncak.

Jumat, 23 Oktober 2009

Kumpulan Askep

Askep - Asuhan Keperawatan

Meningitis

A. Pengertian

Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur(Smeltzer, 2001).

Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).

baca selengkapnya



Chronic Obstructive Pulmonal Disease (COPD)

A. Pengertian

COPD adalah sekresi mukoid bronchial yang bertambah secara menetap disertai dengan kecenderungan terjadinya infeksi yang berulang dan penyempitan saluran nafas , batuk produktif selama 3 bulan, dalam jangka waktu 2 tahun berturut-turut (Ovedoff, 2002). Sedangkan menurut Price & Wilson (2005), COPD adalah suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai dengan obstruksi aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya.


baca selengkapnya




Askep - Asuhan Keperawatan

Hipertensi

1. Pengertian

Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan diastolic 120 mmHg (Sharon, L.Rogen, 1996).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHG dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHG (Luckman Sorensen,1996).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolic 90 mmHg ataulebih. (Barbara Hearrison 1997).

baca selengkapnya

Download Askep Hipertensi Selengkapnya Klik di sini



HIPEREMESIS GRAVIDARUM


A. Pengertian

Hiperemesis Gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan pada wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari karena pada umumnya menjadi buruk karena terjadi dehidrasi (Rustam Mochtar, 1998).
Hiperemesis Gravidarum (vomitus yang merusak dalam kehamilan) adalah nousea dan vomitus dalam kehamilan yang berkembang sedemikian luas sehingga menjadi efek sistemik, dehidrasi dan penurunan berat badan (Ben-Zion, MD, Hal:232).
Hiperemesis Gravidarum diartikan sebagai muntah yang terjadi secara berlebihan selama kehamilan (Hellen Farrer, 1999, hal:112).

baca selengkapnya



Askep -Asuhan Keperawatan

Abortus

A. Pengertian

Abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas. Dimana masa gestasi belum mencapai usia 22 minggu dan beratnya kurang dari 500gr (Derek liewollyn&Jones, 2002).

baca selengkapnya



Askep - Asuhan Keperawatan


Pneumonia


A. Pengertian

Pneumonia adalah suatu peradangan atau inflamasi pada parenkim paru yang
umumnya disebabkan oleh agent infeksi.

baca selengkapnya



Askep - Asuhan Keperawatan

Apendiksitis


A. Pengertian

Apendiksitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Mansjoer,2000).

Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dzri sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah abstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 1989).

baca selengkapnya

Download Askep Appendiksitis Selengkapnya Klik di sini



Askep - Asuhan Keperawatan

Hemoroid

1. Pengertian

Hemoroid dalah varises dari pleksus hemoroidalis yang menimbulkan keluhan keluhan dan gejala – gejala.
Varises atau perikosa : mekarnya pembuluh darah atau pena (pleksus hemoroidalis) sering terjadi pada usia 25 tahun sekitar 15 %.

baca selengkapnya



Askep - Asuhan Keperawatan


Benigna Prostat Hipertropi (BPH)

A. Pengertian

Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de, 1998).

Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193).

baca selengkapnya



Askep - Asuhan Keperawatan


Gastritis

A. Pengertian

Gastritis adalah peradangan pada mukosa lambung yang dapat bersifat akut kronik, difus atau lokal (Soepaman, 1998).
Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung (Arif Mansjoer, 1999).
Gastritis adalah radang mukosa lambung (Sjamsuhidajat, R, 1998).
Berdasarkan pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa Gastritis merupakan inflamasi mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronik, difus atau lokal.

baca selengkapnya

Download Askep Gastritis Selengkapnya Klik di sini



Askep - Asuhan Keperawatan


Mola Hidatidosa

A. Pengertian

Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. (Mochtar, Rustam, dkk, 1998 : 23)

Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339).

baca selengkapnya



Askep - ASuhan Keperawatan


ASTHMA BRONKHIALE


A. Pengertian

Asthma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).
Asthma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996).
Asthma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).
Asthma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon.
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan (The American Thoracic Society).

baca selengkapnya

Download Askep Asthma Bronkhiale Selengkapnya Klik di sini



Askep - Asuhan Keperawatan


Mioma Uteri

A. Pengertian

Mioma uteri adalah tumor yang paling umum pada traktus genitalis (Derek Llewellyn- Jones, 1994).

Mioma uteri adalah tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikatnya (www. Infomedika. htm, 2004).

baca selengkapnya



Askep - Asuhan Keperawatan

VERTIGO


A. Pengertian

Perkataan vertigo berasal dari bahasa Yunani vertere yang artinya memutar. Pengertian vertigo adalah : sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya, dapat disertai gejala lain, terutama dari jaringan otonomik akibat gangguan alat keseimbangan tubuh Vertigo mungkin bukan hanya terdiri dari satu gejala pusing saja, melainkan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari gejala somatik (nistagmus, unstable), otonomik (pucat, peluh dingin, mual, muntah) dan pusing. Dari (http://www.kalbefarma.com).

baca selengkapnya

Download Askep Vertigo Selengkapnya Klik di sini



Askep - Asuhan Keperawatan

TUBERKULOSIS PARU (TB PARU)

A. Pengertian

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tanhan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Ada beberapa mikrobakteria patogen , tettapi hanya strain bovin dan human yang patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 μm, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah.

baca selengkapnya

Download Askep TB Paru Selengkapnya Klik di sini



Askep - Asuhan Keperawatan


SIROSIS HEPATIS

1. Pengertian

Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).

baca selengkapnya

Download Askep Sirisis Hepatis Selengkapnya Klik di sini



Askep - Asuhan Keperawatan

Diabetes Mellitus

A. Pengertian


Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).

baca selengkapnya

Download Askep Diabetes Mellitus Selengkapnya Klik di sini



Dengue Haemoragic Fever (DHF)

A. Pengertian

Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (Christantie Efendy,1995 ).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina) (Seoparman, 1990).
DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegypty dan beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara efidemik. (Sir, Patrick manson, 2001).

baca selengkapnya

Download Askep DHF Selengkapnya Klik di sini



Askep - Asuhan Keperawatan

Hepatitis

A. Pengertian

Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan yang dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan serta bahan-bahan kimia. (Sujono Hadi, 1999).

Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh virus disertai nekrosis dan klinis, biokimia serta seluler yang khas (Smeltzer, 2001).

baca selengkapnya



Askep - Asuhan Keperawatan

Decompensasi Cordis

A. Pengertian

Decompensasi cordis adalah kegagalan jantung dalam upaya untuk mempertahankan peredaran darah sesuai dengan kebutuhan tubuh.(Dr. Ahmad ramali.1994)

Dekompensasi kordis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung (Tabrani, 1998; Price, 1995).

baca selengkapnya



Askep - Asuhan Keperawatan


EFUSI PLEURA

A. Pengertian

Effusi pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleura (Price & Wilson 2005).Pleura merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis yang melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan menyelubungi paru (pleura visceralis). Diantara pleura parietalis dan pleura visceralis terdapat suatu rongga yang berisi cairan pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan bergerak selama pernafasan. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfer, sehingga mencegah kolaps paru. Bila terserang penyakit, pleura mungkin mengalami peradangan atau udara atau cairan dapat masuk ke dalam rongga pleura menyebabkan paru tertekan atau kolaps.

baca selengkapnya



www.DanaPlus.com

Invest10Ribu.net

Profit50Ribu

Askep Plasenta Previa

PLASENTA PREVIAM


A. Pengertian

Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (FKUI, 2000).

Menurut Prawiroharjo (1992), plasenta previa adalah plasenta yang ada didepan jalan lahir (prae = di depan ; vias = jalan). Jadi yang dimaksud plasenta previa ialah plasenta yang implantasinya tidak normal, rendah sekali hingga menutupi seluruh atau sebagian ostium internum.

Menurut Cunningham (2006), plasenta previa merupakan implantasi plasenta di bagian bawah sehingga menutupi ostium uteri internum, serta menimbulkan perdarahan saat pembentukan segmen bawah rahim.


B. Etiologi

Menurut Manuaba (2003), penyebab terjadinya plasenta previa diantaranya adalah mencakup :
  1. Perdarahan (hemorrhaging)
  2. Usia lebih dari 35 tahun
  3. Multiparitas
  4. Pengobatan infertilitas
  5. Multiple gestation
  6. Erythroblastosis
  7. Riwayat operasi/pembedahan uterus sebelumnya
  8. Keguguran berulang
  9. Status sosial ekonomi yang rendah
  10. Jarak antar kehamilan yang pendek
  11. Merokok

Menurut Hanafiah (2004) klasifikasi plasenta previa dapat dibedakan menjadi 4 derajat yaitu :
  1. Total bila menutup seluruh serviks
  2. Partial bila menutup sebagian serviks
  3. Lateral bila menutup 75% (bila hanya sebagian pembukaan jalan lahir tertutup oleh plasenta).
  4. Marginal bila menutup 30% (bila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan jalan lahir).


C. Faktor Predisposisi dan Presipitasi

Menurut Mochtar (1998), faktor predisposisi dan presipitasi yang dapat mengakibatkan terjadinya plasenta previa adalah :
  1. Melebarnya pertumbuhan plasenta :
    • Kehamilan kembar (gamelli).
    • Tumbuh kembang plasenta tipis.

  2. Kurang suburnya endometrium :
    • Malnutrisi ibu hamil.
    • Melebarnya plasenta karena gamelli.
    • Bekas seksio sesarea.
    • Sering dijumpai pada grandemultipara.

  3. Terlambat implantasi :
    • Endometrium fundus kurang subur.
    • Terlambatnya tumbuh kembang hasil konsepsi dalam bentuk blastula yang siap untuk nidasi.


D. Patofisiologi

Seluruh plasenta biasanya terletak pada segmen atau uterus. Kadang-kadang bagian atau seluruh organ dapat melekat pada segmen bawah uterus, dimana hal ini dapat diketahui sebagai plasenta previa. Karena segmen bawah agak merentang selama kehamilan lanjut dan persalinan, dalam usaha mencapai dilatasi serviks dan kelahiran anak, pemisahan plasenta dari dinding uterus sampai tingkat tertentu tidak dapat dihindarkan sehingga terjadi pendarahan.



D. Tanda dan Gejala

Menururt FKUI (2000), tanda dan gejala plasenta previa diantaranya adalah :
  1. Pendarahan tanpa sebab tanpa rasa nyeri dari biasanya dan berulang.
  2. Darah biasanya berwarna merah segar.
  3. Terjadi pada saat tidur atau saat melakukan aktivitas.
  4. Bagian terdepan janin tinggi (floating), sering dijumpai kelainan letak janin.
  5. Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal, kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya. Tetapi perdarahan berikutnya (reccurent bleeding) biasanya lebih banyak.


D. Komplikasi

Menurut Roeshadi (2004), kemungkinan komplikasi yang dapat ditimbulkan dari adanya plasenta previa adalah sebagai berikut :
  1. Pada ibu dapat terjadi :
    • Perdarahan hingga syok akibat perdarahan
    • Anemia karena perdarahan
    • Plasentitis
    • Endometritis pasca persalinan

  2. Pada janin dapat terjadi :
    • Persalinan premature
    • Asfiksia berat


E. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan

Menurut Wiknjosastro (2005), penatalaksanaan yang diberikan untuk penanganan plasenta previa tergantung dari jenis plasenta previanya yaitu :
  1. Kaji kondisi fisik klien
  2. Menganjurkan klien untuk tidak coitus
  3. Menganjurkan klien istirahat
  4. Mengobservasi perdarahan
  5. Memeriksa tanda vital
  6. Memeriksa kadar Hb
  7. Berikan cairan pengganti intravena RL
  8. Berikan betametason untuk pematangan paru bila perlu dan bila fetus masih premature
  9. Lanjutkan terapi ekspektatif bila KU baik, janin hidup dan umur kehamilan <>

Download Askep Komplit Klik Di Sini

Kamis, 22 Oktober 2009

Vesikolithiasis

Pengertian

Batu perkemihan dapat timbul pada berbagai tingkat dari sistem perkemihan (ginjal, ureter, kandung kemih), tetapi yang paling sering ditemukan ada di dalam ginjal (Long, 1996:322).

Vesikolitiasis merupakan batu yang menghalangi aliran air kemih akibat penutupan leher kandung kemih, maka aliran yang mula-mula lancar secara tiba-tiba akan berhenti dan menetes disertai dengan rasa nyeri (Sjamsuhidajat dan Wim de Jong, 1998:1027).

Pernyataan lain menyebutkan bahwa vesikolitiasis adalah batu kandung kemih yang merupakan keadaan tidak normal di kandung kemih, batu ini mengandung komponen kristal dan matriks organik (Sjabani dalam Soeparman, 2001:377).

Vesikolitiasis adalah batu yang ada di vesika urinaria ketika terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat atau ketika terdapat defisiensi subtansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal mencegah terjadinya kristalisasi dalam urin (Smeltzer, 2002:1460).

Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan kaliks ginjal pada salah satu atau kedua ginjal akibat adanya obstruksi (Smeltzer, 2002:1442). Long, (1996:318) menyatakan sumbatan saluran kemih yang bisa terjadi dimana saja pada bagian saluran dari mulai kaliks renal sampai meatus uretra. Hidronefrosis adalah pelebaran/dilatasi pelvis ginjal dan kaliks, disertai dengan atrofi parenkim ginjal, disebabkan oleh hambatan aliran kemih. Hambatan ini dapat berlangsung mendadak atau perlahan-lahan, dan dapat terjadi di semua aras (level) saluran kemih dari uretra sampai pelvis renalis (Wijaya dan Miranti, 2001:61).



Etiologi

Menurut Smeltzer (2002:1460) bahwa, batu kandung kemih disebabkan infeksi, statis urin dan periode imobilitas (drainage renal yang lambat dan perubahan metabolisme kalsium).

Faktor- faktor yang mempengaruhi menurut Soeparman (2001:378) batu kandung kemih (Vesikolitiasis) adalah

  1. Hiperkalsiuria
    Suatu peningkatan kadar kalsium dalam urin, disebabkan karena, hiperkalsiuria idiopatik (meliputi hiperkalsiuria disebabkan masukan tinggi natrium, kalsium dan protein), hiperparatiroidisme primer, sarkoidosis, dan kelebihan vitamin D atau kelebihan kalsium.

  2. Hipositraturia
    Suatu penurunan ekskresi inhibitor pembentukan kristal dalam air kemih, khususnya sitrat, disebabkan idiopatik, asidosis tubulus ginjal tipe I (lengkap atau tidak lengkap), minum Asetazolamid, dan diare dan masukan protein tinggi.

  3. Hiperurikosuria
    Peningkatan kadar asam urat dalam air kemih yang dapat memacu pembentukan batu kalsium karena masukan diet purin yang berlebih.

  4. Penurunan jumlah air kemih
    Dikarenakan masukan cairan yang sedikit.

  5. Jenis cairan yang diminum
    Minuman yang banyak mengandung soda seperti soft drink, jus apel dan jus anggur.

  6. Hiperoksalouria
    Kenaikan ekskresi oksalat diatas normal (45 mg/hari), kejadian ini disebabkan oleh diet rendah kalsium, peningkatan absorbsi kalsium intestinal, dan penyakit usus kecil atau akibat reseksi pembedahan yang mengganggu absorbsi garam empedu.

  7. Ginjal Spongiosa Medula
    Disebabkan karena volume air kemih sedikit, batu kalsium idiopatik (tidak dijumpai predisposisi metabolik).
    8.Batu Asan Urat
    Batu asam urat banyak disebabkan karena pH air kemih rendah, dan hiperurikosuria (primer dan sekunder).

  8. Batu Struvit
    Batu struvit disebabkan karena adanya infeksi saluran kemih dengan organisme yang memproduksi urease.
    Kandungan batu kemih kebayakan terdiri dari :
    1.75 % kalsium.
    2.15 % batu tripe/batu struvit (Magnesium Amonium Fosfat).
    3.6 % batu asam urat.
    4.1-2 % sistin (cystine).


Pathofisiologi

Kelainan bawaan atau cidera, keadan patologis yang disebabkan karena infeksi, pembentukan batu disaluran kemih dan tumor, keadan tersebut sering menyebabkan bendungan. Hambatan yang menyebabkan sumbatan aliran kemih baik itu yang disebabkan karena infeksi, trauma dan tumor serta kelainan metabolisme dapat menyebabkan penyempitan atau struktur uretra sehingga terjadi bendungan dan statis urin. Jika sudah terjadi bendungan dan statis urin lama kelamaan kalsium akan mengendap menjadi besar sehingga membentuk batu (Sjamsuhidajat dan Wim de Jong, 2001:997).

Proses pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh beberapa faktor yang kemudian dijadikan dalam beberapa teori (Soeparman, 2001:388):
  1. Teori Supersaturasi
    Tingkat kejenuhan komponen-komponen pembentuk batu ginjal mendukung terjadinya kristalisasi. Kristal yang banyak menetap menyebabkan terjadinya agregasi kristal dan kemudian menjadi batu.
  2. Teori Matriks
    Matriks merupakan mikroprotein yang terdiri dari 65 % protein, 10 % hexose, 3-5 hexosamin dan 10 % air. Adanya matriks menyebabkan penempelan kristal-kristal sehingga menjadi batu.
  3. Teori Kurangnya Inhibitor
    Pada individu normal kalsium dan fosfor hadir dalam jumlah yang melampaui daya kelarutan, sehingga membutuhkan zat penghambat pengendapan. fosfat mukopolisakarida dan fosfat merupakan penghambat pembentukan kristal. Bila terjadi kekurangan zat ini maka akan mudah terjadi pengendapan.
  4. Teori Epistaxy
    Merupakan pembentuk batu oleh beberapa zat secara bersama-sama. Salah satu jenis batu merupakan inti dari batu yang lain yang merupakan pembentuk pada lapisan luarnya. Contoh ekskresi asam urat yang berlebih dalam urin akan mendukung pembentukan batu kalsium dengan bahan urat sebagai inti pengendapan kalsium.
  5. Teori Kombinasi
    Batu terbentuk karena kombinasi dari bermacam-macam teori diatas.


Manifestasi Klinis

Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria, jika terjadi obstruksi pada leher kandung kemih menyebabkan retensi urin atau bisa menyebabkan sepsis, kondisi ini lebih serius yang dapat mengancam kehidupan pasien, dapat pula kita lihat tanda seperti mual muntah, gelisah, nyeri dan perut kembung (Smeltzer, 2002:1461).
Jika sudah terjadi komplikasi seperti seperti hidronefrosis maka gejalanya tergantung pada penyebab penyumbatan, lokasi, dan lamanya penyumbatan.

Jika penyumbatan timbul dengan cepat (Hidronefrosis akut) biasanya akan menyebabkan koliks ginjal (nyeri yang luar biasa di daerah antara rusuk dan tulang punggung) pada sisi ginjal yang terkena. Jika penyumbatan berkembang secara perlahan (Hidronefrosis kronis), biasanya tidak menimbulkan gejala atau nyeri tumpul di daerah antara tulang rusuk dan tulang punggung.



Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjangnya dilakukan di laboratorium yang meliputi pemeriksaan:
  1. Urine
    • apH lebih dari 7,6 biasanya ditemukan kuman area splitting, organisme dapat berbentuk batu magnesium amonium phosphat, pH yang rendah menyebabkan pengendapan batu asam urat.
    • Sedimen : sel darah meningkat (90 %), ditemukan pada penderita dengan batu, bila terjadi infeksi maka sel darah putih akan meningkat.
    • Biakan Urin : Untuk mengetahui adanya bakteri yang berkontribusi dalam proses pembentukan batu saluran kemih.
    • Ekskresi kalsium, fosfat, asam urat dalam 24 jam untuk melihat apakah terjadi hiperekskresi.

  2. Darah
    • Hb akan terjadi anemia pada gangguan fungsi ginjal kronis.
    • Lekosit terjadi karena infeksi.
    • Ureum kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.
    • Kalsium, fosfat dan asam urat.

  3. Radiologis
    • Foto BNO/IVP untuk melihat posisi batu, besar batu, apakah terjadi bendungan atau tidak.
    • Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan, pada keadaan ini dapat dilakukan retrogad pielografi atau dilanjutkan dengan antegrad pielografi tidak memberikan informasi yang memadai.

  4. USG (Ultra Sono Grafi)
    Untuk mengetahui sejauh mana terjadi kerusakan pada jaringan ginjal.

  5. Riwayat Keluarga
    Untuk mengetahui apakah ada anggota keluarga yang menderita batu saluran kemih, jika ada untuk mengetahui pencegahan, pengobatan yang telah dilakukan, cara mengambilan batu, dan analisa jenis batu.


Komplikasi

Komplikasi yang disebabkan dari Vesikolithotomi (Perry dan Potter, 2002:1842) adalah sebagai berikut:
  1. Sistem Pernafasan
    Atelektasis bida terjadi jika ekspansi paru yang tidak adekuat karena pengaruh analgetik, anestesi, dan posisi yang dimobilisasi yang menyebabkan ekspansi tidak maksimal. Penumpukan sekret dapat menyebabkan pnemunia, hipoksia terjadi karena tekanan oleh agens analgetik dan anestesi serta bisa terjadi emboli pulmonal.
  2. Sistem Sirkulasi
    Dalam sistem peredaran darah bisa menyebabkan perdarahan karena lepasnya jahitan atau lepasnya bekuan darah pada tempat insisi yang bisa menyebabkan syok hipovolemik. Statis vena yang terjadi karena duduk atau imobilisasi yang terlalu lama bisa terjadi tromboflebitis, statis vena juga bisa menyebabkan trombus atau karena trauma pembuluh darah.
  3. Sistem Gastrointestinal
    Akibat efek anestesi dapat menyebabkan peristaltik usus menurun sehingga bisa terjadi distensi abdomen dengan tanda dan gejala meningkatnya lingkar perut dan terdengar bunyi timpani saat diperkusi. Mual dan muntah serta konstipasi bisa terjadi karena belum normalnya peristaltik usus.
  4. Sistem Genitourinaria
    Akibat pengaruh anestesi bisa menyebabkan aliran urin involunter karena hilangnya tonus otot.
  5. Sistem Integumen
    Perawatan yang tidak memperhatikan kesterilan dapat menyebabkan infeksi, buruknya fase penyembuhan luka dapat menyebabkan dehisens luka dengan tanda dan gejala meningkatnya drainase dan penampakan jaringan yang ada dibawahnya. Eviserasi luka/kelurnya organ dan jaringan internal melalui insisi bisa terjadi jika ada dehisens luka serta bisa terjadi pula surgical mump (parotitis).
  6. Sistem Saraf
    Bisa menimbulkan nyeri yang tidak dapat diatasi.

Rabu, 21 Oktober 2009

Tips Mengatasi Baby Blues Syndrome

Baby Blues Syndrome atau sering dikenal dengan sebutan depresi pasca melahirkan, seringkali dialami oleh ibu-ibu baru, setelah melahirkan buah hatinya. Menurut National Institute di Amerika Serikat, setidaknya 50% - 70% akan mengalami semacam depresi pasca melahirkan dengan kadar stres yang berbeda. Adapun gejala dari Baby Blues Syndrome tersebut antara lain adalah :

1. Mudah marah dan tersinggung.

2. Gembira dan sedih secara berlebihan.

3. Seringkali menangis tanpa sebab yang jelas.

4. Terlalu banyak makan atau sebaliknya tidak ada nafsu makan.

5. Susah berkonsentrasi, sulit mengingat dan tidak bisa membuat keputusan.

6. Menjauhkan diri dari teman dan keluarga.

7. Paranoid atau takut berlebihan bayinya akan celaka.

Biasanya gejala-gejala tersebut akan hilang dengan sendirinya dalam kurun 2 minggu, namun apabila dalam kurun waktu tersebut gejala-gejala tersebut belum hilang, maka sebaiknya cari bantuan tenaga profesional atau bicarakan dengan dokter kandungan Anda. Lalu apa penyebabnya? Beberapa sumber mencatat bahwa munculnya Baby Blues Syndrome disebabkan oleh :

1. Faktor Hormonal. Selama kehamilan, kadar hormon estrogen dan progesteron dalam tubuh wanita akan meningkat drastis. Tetapi, 24 jam pasca melahirkan, kadar hormon ini kembali normal. Perubahan tingkat hormon yang begitu cepat diduga menjadi penybab terjadinya depresi. Seperti perubahan hormon pra-menstruasi yang sering menyebabkan wanita menjadi tidak stabil dan sensitif.

2. Stres. Menurut Guru Besar Fakultas Kedokteran UI, Prof. Dr. Susanto Wibisono, stres di dalam lingkungan keluarga dan kepribadian ibu itu senditi dapat memicu dan mempengaruhi deprsi pasca melahirkan. Kahidiran seorang bayi sewajarnya memberik kebahagiaan, terutama bagi ibu yang baru saja melahirkan. Tapi kenyataann tak selalu begitu. Kurang tidur, kehilangan waktu untuk diri sendiri, bayi yang rewel dan sulit ditenangkan, bisa memicu depresi ini.

3. Riwayat Kesehatan Terdahulu. Jika Anda pernah mengalami depresi, kemungkinan besar Anda akan terkena Baby Blues Syndrome setelah bayi Anda lahir. Hasil penelitian American Psychology Association menemukan bahwa 1/3 wanita yang pernah mengalami depresi akan terserang kan terserang depresi pasca melahirkan.

Apa yang harus Anda lakukan untuk menghidari Depresi tersebut. Berikut ini Tips menghidari munculnya depresi pasca melahirkan:

1. Luangkan Waktu Untuk Beristirahat. Mintalah bantuan pengasuh, orang tua atau kerabat untuk menjaga bayi Anda selama Anda beristirahat. Berbaringlah di kamar pada satu sisi (dianjurkan sisi kiri) dalam suasana yang tenang sambil mendengarkan musik yang lembut.

2. Jangan Menghabiskan Waktu Sendirian. Komunikasi adalah cara terbaik untuk membantu Anda keluar dari berbagai masalah. Luangkan waktu berdua dengan pasangan. Bicarakan dengan sahabat, suami atau ibu untuk meringankan perasaan tertekan yang sedang dialami.

3. Diet Yang Baik. Yang dimaksud bukan mengurangi asupan karbohidrat, protein atau zat-zat penting lainnya untuk melangsungkan tubuh (apalagi jika Anda memberi ASI eksklusif), tetapi menjaga pola makan yang baik dan seimbang serta menambah asupan berbagai mineral dan zat penting yang dibutuhkan selama menyusui dan mengurus bayi yang baru lahir.

4. Hindari Kebiasaan Buruk. Karena sudah melahirkan, bukan berarti Anda boleh kembali merokok atau minum minuman beralkohol (bagi Anda yang memiliki kebiasaan tersebut sebelum hamil).

5. Berolahraga. Melakukan yoga, relaksasi dengan pijatan atau olahraga ringan lainnya dapat mengurangi ketegangan otot tubuh dan membuat Anda merasa lebih santai.

http://tipsanda.com

Sifilis

Pengertian

Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Treponema pallidum. Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Penyakit ini sangat kronik, bersifat sistemik dan menyerang hampir semua alat tubuh.



Etiologi

Penyebab penyakit ini adalah Treponema pallidum yang termasuk ordo spirochaetales, familia spirochaetaceae, dan genus treponema. Bentuk spiral, panjang antara 6 – 15 µm, lebar 0,15 µm. Gerakan rotasi dan maju seperti gerakan membuka botol. Berkembang biak secara pembelahan melintang, pembelahan terjadi setiap 30 jam pada stadium aktif.



Patofisiologi
  1. Stadium Dini

    Pada sifilis yang didapat, Treponema pallidum masuk ke dalam kulit melalui mikrolesi atau selaput lendir, biasanya melalui senggama. Kuman tersebut berkembang biak, jaringan bereaksi dengan membentuk infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan sel-sel plasma, terutama di perivaskuler, pembuluh-pembuluh darah kecil berproliferasi dikelilingi oleh Treponema pallidum dan sel-sel radang. Enarteritis pembuluh darah kecil menyebabkan perubahan hipertrofi endotelium yang menimbulkan obliterasi lumen (enarteritis obliterans). Pada pemeriksaan klinis tampak sebagai S I. Sebelum S I terlihat, kuman telah mencapai kelenjar getah bening regional secara limfogen dan berkembang biak, terjadi penjalaran hematogen yang menyebar ke seluruh jaringan tubuh. Multiplikasi diikuti oleh reaksi jaringan sebagai S II yang terjadi 6-8 minggu setelah S I. S I akan sembuh perlahan-lahan karena kuman di tempat tersebut berkurang jumlahnya. Terbentuklah fibroblas-fibroblas dan akhirnya sembuh berupa sikatrik. S II juga mengalami regresi perlahan-lahan lalu menghilang. Timbul stadium laten. Jika infeksi T.pallidum gagal diatasi oleh proses imunitas tubuh, kuman akan berkembang biak lagi dan menimbulkan lesi rekuren. Lesi dapat timbul berulang-ulang.


  2. Stadium Lanjut

    Stadium laten berlangsung bertahun-tahun karena treponema dalam keadaan dorman. Treponema mencapai sistem kardiovaskuler dan sistem saraf pada waktu dini, tetapi kerusakan perlahan-lahan sehingga memerlukan waktu bertahun-tahun untuk menimbulkan gejala klinis. Kira-kira dua pertiga kasus dengan stadium laten tidak memberi gejala.



Klasifikasi

Sifilis dibagi menjadi sifilis kongenital dan sifilis akuisital (didapat). Sifilis kongenital dibagi menjadi sifilis dini (sebelum dua tahun), lanjut (setelah dua tahun), dan stigmata. Sifillis akuisita dapat dibagi menurut dua cara yaitu:
  • Klinis (stadium I/SI, stadium II/SII, stadium III/SIII)

  • Epidemiologik, menurut WHO dibagi menjadi:
    • Stadium dini menular (dalam satu tahun sejak infeksi), terdiri atas S I, S II, stadium rekuren, dan stadium laten dini.

    • Stadium lanjut tak menular (setelah satu tahun sejak infeksi), terdiri atas stadium laten lanjut dan S III.


Gejala Klinis

Sifilis Akuisita
  1. Sifilis Dini
    • Sifilis Primer (S I)
    • Sifilis Sekunder (S II)

  2. Sifilis Lanjut


Pencegahan

Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencegah seseorang agar tidak tertular penyakit sifilis. Hal-hal yang dapat dilakukan antara lain :
  • Tidak berganti-ganti pasangan
  • Berhubungan seksual yang aman: selektif memilih pasangan dan pempratikkan ‘protective sex’.
  • Menghindari penggunaan jarum suntik yang tidak steril dan transfusi darah yang sudah terinfeksi.


Penatalaksanaan

Penderita sifilis diberi antibiotik penisilin (paling efektif). Bagi yang alergi penisillin diberikan tetrasiklin 4×500 mg/hr, atau eritromisin 4×500 mg/hr, atau doksisiklin 2×100 mg/hr. Lama pengobatan 15 hari bagi S I & S II dan 30 hari untuk stadium laten. Eritromisin diberikan bagi ibu hamil, efektifitas meragukan. Doksisiklin memiliki tingkat absorbsi lebih baik dari tetrasiklin yaitu 90-100%, sedangkan tetrasiklin hanya 60-80%.

Obat lain adalah golongan sefalosporin, misalnya sefaleksin 4×500 mg/hr selama 15 hari, Sefaloridin memberi hasil baik pada sifilis dini, Azitromisin dapat digunakan untuk S I dan S II.

Senin, 19 Oktober 2009

Anemia

Pengertian


Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen darah, elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah (Doenges, 1999).
Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal (Smeltzer, 2002 : 935).
Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah, kualitas hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah (Price, 2006 : 256).
Dengan demikian anemia bukan merupakan suatu diagnosis atau penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh dan perubahan patotisiologis yang mendasar yang diuraikan melalui anemnesis yang seksama, pemeriksaan fisik dan informasi laboratorium.



Etiologi


Penyebab tersering dari anemia adalah kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk sintesis eritrosit, antara lain besi, vitamin B12 dan asam folat. Selebihnya merupakan akibat dari beragam kondisi seperti perdarahan, kelainan genetik, penyakit kronik, keracunan obat, dan sebagainya.

Penyebab umum dari anemia:

  • Perdarahan hebat
  • Akut (mendadak)
  • Kecelakaan
  • Pembedahan
  • Persalinan
  • Pecah pembuluh darah
  • Penyakit Kronik (menahun)
  • Perdarahan hidung
  • Wasir (hemoroid)
  • Ulkus peptikum
  • Kanker atau polip di saluran pencernaan
  • Tumor ginjal atau kandung kemih
  • Perdarahan menstruasi yang sangat banyak
  • Berkurangnya pembentukan sel darah merah
  • Kekurangan zat besi
  • Kekurangan vitamin B12
  • Kekurangan asam folat
  • Kekurangan vitamin C
  • Penyakit kronik
  • Meningkatnya penghancuran sel darah merah
  • Pembesaran limpa
  • Kerusakan mekanik pada sel darah merah
  • Reaksi autoimun terhadap sel darah merah
  • Hemoglobinuria nokturnal paroksismal
  • Sferositosis herediter
  • Elliptositosis herediter
  • Kekurangan G6PD
  • Penyakit sel sabit
  • Penyakit hemoglobin C
  • Penyakit hemoglobin S-C
  • Penyakit hemoglobin E
  • Thalasemia (Burton, 1990).

Patofisiologi

Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sum-sum tulang atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sum-sum tulang dapt terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, inuasi tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa factor diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.

Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system fagositik atau dalam system retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera.
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa makanan dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Jika suplai ini kurang, maka asupan oksigen pun akan kurang. Akibatnya dapat menghambat kerja organ-organ penting, Salah satunya otak. Otak terdiri dari 2,5 miliar sel bioneuron. Jika kapasitasnya kurang, maka otak akan seperti komputer yang memorinya lemah, Lambat menangkap. Dan kalau sudah rusak, tidak bisa diperbaiki (Sjaifoellah, 1998).


Manifestasi klinis

Gejala klinis yang muncul merefleksikan gangguan fungsi dari berbagai sistem dalam tubuh antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan neurologik (syaraf) yang dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, anorexia (badan kurus kerempeng), pica, serta perkembangan kognitif yang abnormal pada anak. Sering pula terjadi abnormalitas pertumbuhan, gangguan fungsi epitel, dan berkurangnya keasaman lambung. Cara mudah mengenal anemia dengan 5L, yakni lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Kalau muncul 5 gejala ini, bisa dipastikan seseorang terkena anemia. Gejala lain adalah munculnya sklera (warna pucat pada bagian kelopak mata bawah).
Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala terasa melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke atau serangan jantung(Sjaifoellah, 1998).


Komplikasi

Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya, penderita anemia akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang flu, atau gampang terkena infeksi saluran napas, jantung juga menjadi gampang lelah, karena harus memompa darah lebih kuat. Pada kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat ditangani dan berkelanjutan dapat menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin. Selain bayi lahir dengan berat badan rendah, anemia bisa juga mengganggu perkembangan organ-organ tubuh, termasuk otak (Sjaifoellah, 1998).


Pemeriksaan penunjang

Jumlah darah lengkap (JDL) : hemoglobin dan hemalokrit menurun.

Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (aplastik); MCV (molume korpuskular rerata) dan MCH (hemoglobin korpuskular rerata) menurun dan mikrositik dengan eritrosit hipokronik (DB), peningkatan (AP). Pansitopenia (aplastik).

Jumlah retikulosit : bervariasi, misal : menurun (AP), meningkat (respons sumsum tulang terhadap kehilangan darah/hemolisis).

Pewarna sel darah merah : mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat mengindikasikan tipe khusus anemia).

LED : Peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misal : peningkatan kerusakan sel darah merah : atau penyakit malignasi.

Masa hidup sel darah merah : berguna dalam membedakan diagnosa anemia, misal : pada tipe anemia tertentu, sel darah merah mempunyai waktu hidup lebih pendek.

Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB).

SDP : jumlah sel total sama dengan sel darah merah (diferensial) mungkin meningkat (hemolitik) atau menurun (aplastik).

Jumlah trombosit : menurun caplastik; meningkat (DB); normal atau tinggi (hemolitik)

Hemoglobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur hemoglobin.

Bilirubin serum (tak terkonjugasi) : meningkat (AP, hemolitik).

Folat serum dan vitamin B12 membantu mendiagnosa anemia sehubungan dengan defisiensi masukan/absorpsi

Besi serum : tak ada (DB); tinggi (hemolitik)

TBC serum : meningkat (DB)

Feritin serum : meningkat (DB)

Masa perdarahan : memanjang (aplastik)

LDH serum : menurun (DB)

Tes schilling : penurunan eksresi vitamin B12 urine (AP)

Guaiak : mungkin positif untuk darah pada urine, feses, dan isi gaster, menunjukkan perdarahan akut / kronis (DB).

Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak adanya asam hidroklorik bebas (AP).

Aspirasi sumsum tulang/pemeriksaan/biopsi : sel mungkin tampak berubah dalam jumlah, ukuran, dan bentuk, membentuk, membedakan tipe anemia, misal: peningkatan megaloblas (AP), lemak sumsum dengan penurunan sel darah (aplastik).

Pemeriksaan andoskopik dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan : perdarahan GI (Doenges, 1999).


Penatalaksanaan Medis

Tindakan umum :

Penatalaksanaan anemia ditunjukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang hilang :
  1. Transpalasi sel darah merah.
  2. Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi.
  3. Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah merah.
  4. Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang membutuhkan oksigen.
  5. Obati penyebab perdarahan abnormal bila ada.
  6. Diet kaya besi yang mengandung daging dan sayuran hijau.

Pengobatan (untuk pengobatan tergantung dari penyebabnya) :
  1. Anemia defisiensi besi
    Penatalaksanaan :
    Mengatur makanan yang mengandung zat besi, usahakan makanan yang diberikan seperti ikan, daging, telur dan sayur.
    Pemberian preparat fe
    Perrosulfat 3x 200mg/hari/per oral sehabis makan
    Peroglukonat 3x 200 mg/hari /oral sehabis makan.
  2. Anemia pernisiosa : pemberian vitamin B12
  3. Anemia asam folat : asam folat 5 mg/hari/oral
  4. Anemia karena perdarahan : mengatasi perdarahan dan syok dengan pemberian cairan dan transfusi darah.

Skabies

Pengertian

Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (mite) Sarcoptes scabei, yang termasuk dalam kelas Arachnida. Tungau ini berukuran sangat kecil dan hanya bisa dilihat dengan mikroskop atau bersifat mikroskopis. Penyakit ini mudah menular dari manusia ke manusia , dari hewan ke manusia dan sebaliknya. Scabies mudah menyebar baik secara langsung melalui sentuhan langsung dengan penderita maupun secara tak langsung melalui baju, seprai, handuk, bantal, air, atau sisir yang pernah digunakan penderita dan belum dibersihkan dan masih terdapat tungau Sarcoptesnya. Scabies menyebabkan rasa gatal pada bagian kulit seperti sela-sela jari, siku, selangkangan. Scabies identik dengan penyakit anak pondok. penyebabnya adalah kondisi kebersihan yang kurang terjaga, sanitasi yang buruk, kurang gizi, dan kondisi ruangan terlalu lembab dan kurang mendapat sinar matahari secara langsung. Penyakit kulit scabies menular dengan cepat pada suatu komunitas yang tinggal bersama sehingga dalam pengobatannya harus dilakukan secara serentak dan menyeluruh pada semua orang dan lingkungan pada komunitas yang terserang scabies, karena apabila dilakukan pengobatan secara individual maka akan mudah tertular kembali penyakit scabies.


Etiologi

Scabies disebabkan oleh Sarcoptes scabiei, tungau ini berbentuk bundar dan mempunyai empat pasang kaki . Sarcoptes betina yang berada di lapisan kulit stratum corneum dan lucidum membuat terowongan ke dalam lapisan kulit. Di dalam terowongan inilah Sarcoptes betina bertelur dan dalam waktu singkat telur tersebut menetas menjadi hypopi yakni sarcoptes muda. Akibat terowongan yang digali Sarcoptes betina dan hypopi yang memakan sel-sel di lapisan kulit itu, penderita mengalami rasa gatal.


Manifestasi Klinis

Gejala klinis yang sering menyertai penderita adalah :

  • Gatal yang hebat terutama pada malam hari sebelum tidur.
  • Adanya tanda : papula (bintil), pustula (bintil bernanah), ekskoriasi (bekas garukan), bekas-bekas lesi yang berwarna hitam.
  • Dengan bantuan loup (kaca pembesar), bisa dilihat adanya kunikulus atau lorong di atas papula (vesikel atau plenthing/pustula).

Komplikasi

Impetiginisasi sekunder adalah komplikasi yang lazim ditemui dan umumnya berespon baik terhadap pemberian antibiotik oral maupun topikal, tergantung pada tingkat pioderma. Dapat timbul limfangitis dan septikemia, terutama pada kasus skabies berkrusta. Glomerulonefritis post-streptokokus diakibatkan oleh pioderma yang disebabkan oleh Streptococcus pyogenes yang diinduksi skabies.


Pengobatan

Pengobatan skabies yang terutama adalah menjaga kebersihan untuk membasmi skabies (mandi dengan sabun, sering ganti pakaian, cuci pakaian secara terpisah, menjemur alat-alat tidur, handuk tidak boleh dipakai bersama, dll)

Obat antiskabies yang sering dipakai adalah :
  • Preparat yang mengandung belerang
  • Emulsi benzoate benzilicus 25%
  • Gamma benzene hexachloride 0,5%-1%

Jumat, 16 Oktober 2009

Tonsilitis

PENGERTIAN

Tonsilitis adalah suatu penyakit yang dapat sembuh sendiri berlangsung sekitar lima hari dengan disertai disfagia dan demam (Megantara, Imam, 2006).

Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman streptococcus beta hemolyticus, streptococcus viridons dan streptococcus pygenes, dapat juga disebabkan oleh virus (Mansjoer, A. 2000).

Tonsilitis adalah radang yang disebabkan oleh infeksi bakteri kelompok A streptococcus beta hemolitik, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri jenis lain atau oleh infeksi virus (Hembing, 2004).

Tonsilitis adalah suatu peradangan pada hasil tonsil (amandel), yang sangat sering ditemukan, terutama pada anak-anak (Firman sriyono, 2006, 2006).


ETIOLOGI

Menurut Adams George (1999), tonsilitis bakterialis supuralis akut paling sering disebabkan oleh streptokokus beta hemolitikus grup A.
  1. Pneumococcus
  2. Staphilococcus
  3. Haemalphilus influenza
  4. Kadang streptococcus non hemoliticus atau streptococcus viridens.
Menurut Iskandar N (1993). Bakteri merupakan penyebab pada 50 % kasus.
  1. Streptococcus B hemoliticus grup A
  2. Streptococcus viridens
  3. Streptococcus pyogenes
  4. Staphilococcus
  5. Pneumococcus
  6. Virus
  7. Adenovirus
  8. ECHO
  9. Virus influenza serta herpes.

PATOFISIOLOGI


Menurut Iskandar N (1993), patofisiologi tonsillitis yaitu :

Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis lakunaris, bila bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsillitis lakonaris.
Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu (Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengkapan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.


MANIFESTASI KLINIS

Menurut Megantara, Imam 2006

Gejalanya berupa nyeri tenggorokan (yang semakin parah jika penderita menelan) nyeri seringkali dirasakan ditelinga (karena tenggorokan dan telinga memiliki persyarafan yang sama).

Gejala lain :
  1. Demam
  2. Tidak enak badan
  3. Sakit kepala
  4. Muntah
Menurut Smelizer, Suzanne (2000)
Gejala yang timbul sakit tenggorokan, demam, ngorok, dan kesulitan menelan.


Menurut Hembing, (2002) :
  1. Dimulai dengan sakit tenggorokan yang ringan hingga menjadi parah, sakit saat menelan, kadang-kadang muntah.
  2. Tonsil bengkak, panas, gatal, sakit pada otot dan sendi, nyeri pada seluruh badan, kedinginan, sakit kepala dan sakit pada telinga.
  3. Pada tonsilitis dapat mengakibatkan kekambuhan sakit tenggorokan dan keluar nanah pada lekukan tonsil.


KOMPLIKASI

Komplikasi tonsilitis akut dan kronik menurut Mansjoer, A (1999), yaitu :
  1. Abses pertonsil
    Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses ini terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh streptococcus group A.
  2. Otitis media akut
    Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius (eustochi) dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah pada ruptur spontan gendang telinga.
  3. Mastoiditis akut
    Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke dalam sel-sel mastoid.
  4. Laringitis
  5. Sinusitis
  6. Rhinitis


PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan tonsilitis secara umum, menurut Firman S, 2006 :
  1. Jika penyebabnya bakteri, diberikan antibiotik peroral (melalui mulut) selama 10 hari, jika mengalami kesulitan menelan, bisa diberikan dalam bentuk suntikan.

  2. Pengangkatan tonsil (tonsilektomi) dilakukan jika :
    • Tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih / tahun.
    • Tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 2 tahun.
    • Tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 3 tahun.
    • Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotik.

Menurut Mansjoer, A (1999) penatalaksanan tonsillitis adalah :
  1. Penatalaksanaan tonsilitis akut
    • Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat kumur atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan eritromisin atau klindomisin.
    • Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder, kortikosteroid untuk mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik.
    • Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari komplikasi kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan tenggorok 3x negatif.
    • Pemberian antipiretik.

  2. Penatalaksanaan tonsilitis kronik
    • Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap.
    • Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi konservatif tidak berhasil.

Sumber : http://kamus-kesehatan.blogspot.com

Rabu, 23 September 2009

Tetanus Neonatorum


Tetanus Neonatorum


A. PENGERTIAN

Tetanus berasal dari kata tetanos (Yunani) yang berarti peregangan.
Tetanus Neonatorum :
Penyakit tetanus pada bayi baru lahir dengan tanda klinik yang khas, setelah 2 hari pertama bayi hidup, menangis dan menyusu secara normal, pada hari ketiga atau lebih timbul kekakuan seluruh tubuh yang ditandai dengan kesulitan membuka mulut dan menetek, disusul dengan kejang–kejang (WHO, 1989).
Kejang yang sering di jumpai pada BBL, yang bukan karena trauma kelahiran atau asfiksia, tetapi disebabkan oleh infeksi selama masa neonatal, yang antara lain terjadi sebagai akibat pemotongan tali pusat atau perawatannya yang tidak bersih Ngastijah, 1997).


B. ETIOLOGI

Penyebab tetanus neonatorum adalah clostridium tetani yang merupakan kuman gram positif, anaerob, bentuk batang dan ramping. Kuman tersebut terdapat ditanah, saluran pencernaan manusia dan hewan. Kuman clostridium tetani membuat spora yang tahan lama dan menghasilkan 2 toksin utama yaitu tetanospasmin dan tetanolysin.


C. PATOFISIOLOGI

Spora yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobic berubah menjadi bentuk vegetatif dan berbiak sambil menghasilkan toxin. Dalam jaringan yang anaerobic ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan oxigen jaringan akibat adanya nanah, nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat diionisasi. Secara intra axonal toxin disalurkan ke sel saraf (cel body) yang memakan waktu sesuai dengan panjang axonnya dan aktifitas serabutnya. Belum terdapat perubahan elektrik dan fungsi sel saraf walaupun toksin telah terkumpul dalam sel. Dalam sungsum belakang toksin menjalar dari sel saraf lower motorneuron ke lekuk sinaps dan diteruskan ke ujung presinaps dari spinal inhibitory neurin. Pada daerah inilah toksin menimbulkan gangguan pada inhibitory transmitter dan menimbulkan kekakuan.


Efek Toxin pada :
  1. Ganglion pra sumsum tulang belakang :
    Memblok sinaps jalur antagonist, mengubah keseimbangan dan koordinasi impuls sehingga tonus ototnya meningkat dan otot menjadi kaku. Terjadi penekanan pada hiperpolarisasi membran dari neurons yang merupakan mekanisme yang umum terjadi bila jalur penghambat terangsang. Depolarisasi yang berkaitan dengan jalur rangsangan tidak terganggu. Toksin menyebabkan hambatan pengeluaran inhibitory transmitter dan menekan pengaruh bahan ini pada membran neuron motorik.
  2. Otak :
    Toxin yang menempel pada cerebral gangliosides diduga menyebabkan gejala kekakuan dan kejang yang khas pada tetanus. Hambatan antidromik akibat rangsangan kortikal menurun.
  3. Saraf otonom :
    Terutama mengenai saraf simpatis dan menimbulkan gejala keringat yang berlebihan, hiperthermia, hypotensi, hypertensi, arytmia cardiac block atau takhikardia. Sekalipun otot yang terkena adalah otot bergaris terutama otot penampang dan penggerak tubuh yang besar-besar, pada tetanus berat otot polos juga ikut terkena, sehingga timbul manifestasi klinik seperti disebutkan diatas.

D. MANIFESTASI

Gejala klinik pada tetanus neonatorum sangat khas sehingga masyarakat yang primitifpun mampu mengenalinya sebagai “penyakit hari kedelapan” (Jaffari, Pandit dan Ismail 1966). Anak yang semula menangis, menetek dan hidup normal, mulai hari ketiga menunjukan gejala klinik yang bervariasi mulai dari kekakuan mulut dan kesulitan menetek, risus sardonicus sampai opistotonus. Trismus pada tetanus neonatorum tidak sejelas pada penderita anak atau dewasa, karena kekakuan otot leher lebih kuat dari otot masseter, sehingga rahang bawah tertarik dan mulut justru agak membuka dan kaku (Athvale, dan Pai, 1965, Marshall, 1968). Bentukan mulut menjadi mecucu (Jw) seperti mulut ikan karper. Bayi yang semula kembali lemas setelah kejang dengan cepat menjadi lebih kaku dan frekuensi kejang-kejang menjadi makin sering dengan tanda-tanda klinik kegagalan nafas (Irwantono, Ismudijanto dan MF Kaspan 1987). Kekakuan pada tetanus sangat khusus : fleksi pada tangan, ekstensi pada tungkai namun fleksi plantar pada jari kaki tidak tampak sejelas pada penderita anak.
Kekakuan dimulai pada otot-otot setempat atau trismus kemudian menjalar ke seluruh tubuh, tanpa disertai gangguan kesadaran. Seluruh tubuh bayi menjadi kaku, bengkok (flexi) pada siku dengan tangan dikepal keras keras. Hipertoni menjadi semakin tinggi, sehingga bayi dapat diangkat bagaikan sepotong kayu. Leher yang kaku seringkali menyebabkan kepala dalam posisi menengadah.

Gambaran Umum pada Tetanus
  1. Trismus (lock-jaw, clench teeth)
    Adalah mengatupnya rahang dan terkuncinya dua baris gigi akibat kekakuan otot mengunyah (masseter) sehingga penderita sukar membuka mulut. Untuk menilai kemajuan dan kesembuhan secara klinik, lebar bukaan mulut diukur tiap hari. Trismus pada neonati tidak sejelas pada anak, karena kekakuan pada leher lebih kuat dan akan menarik mulut kebawah, sehingga mulut agak menganga. Keadaan ini menyebabkan mulut “mecucu” seperti mulut ikan tetapi terdapat kekakuan mulut sehingga bayi tak dapat menetek.
  2. Risus Sardonicus (Sardonic grin)
    Terjadi akibat kekakuan otot-otot mimic dahi mengkerut mata agak tertutup
    sudut mulut keluar dan kebawah manggambarkan wajah penuh ejekan sambil menahan kesakitan atau emosi yang dalam.
  3. Opisthotonus
    Kekakuan otot-otot yang menunjang tubuh : otot punggung, otot leher, trunk muscle dan sebagainya. Kekakuan yang sangat berat menyebabkan tubuh melengkung seperti busur, bertumpu pada tumit dan belakang kepala. Secara klinik dapat dikenali dengan mudahnya tangan pemeriksa masuk pada lengkungan busur tersebut.
    Pada era sebelum diazepam, sering terjadi komplikasi compression fracture pada tulang vertebra.
  4. Otot dinding perut kaku, sehingga dinding perut seperti papan. Selain otot didnding perut, otot penyangga rongga dada juga kaku, sehingga penderita merasakan keterbatasan untuk bernafas atau batuk. Setelah hari kelima perlu diwaspadai timbulnya perdarahan paru (pada neonatus) atau bronchopneumonia.
  5. Bila kekakuan makin berat, akan timbul kejang-kejang umum, mula-mula hanya terjadi setelah penderita menerima rangsangan misalnya dicubit, digerakkan secara kasar, terpapar sinar yang kuat dan sebagainya, lambat laun “masa istirahat” kejang makin pendek sehingga anak jatuh dalam status convulsivus.
  6. Pada tetanus yang berat akan terjadi :
    Gangguan pernafasan akibat kejang yang terus-menerus atau oleh karena spasme otot larynx yang bila berat menimbulkan anoxia dan kematian.
    Pengaruh toksin pada saraf otonom akan menyebabkan gangguan sirkulasi (akibat gangguan irama jantung misalnya block, bradycardi, tachycardia, atau kelainan pembuluh darah/hipertensi), dapat pula menyebabkan suhu badan yang tinggi (hiperpireksia) atau berkeringat banyak hiperhidrosis).
    Kekakuan otot sphincter dan otot polos lain seringkali menimbulkan retentio alvi atau retention urinae.
    Patah tulang panjang (tulang paha) dan fraktur kompresi tulang belakang.

E. DIAGNOSIS, DIAGNOSA BANDING DAN KOMPLIKASI
  1. Diagnosa
    Pemeriksaan laboratorium : Liquor Cerebri normal, hitung leukosit normal atau sedikit meningkat. Pemeriksaan kadar elektrolit darah terutama kalsium dan magnesium, analisa gas darah dan gula darah sewaktu penting untuk dilakukan.
    Pemeriksaan radiologi : Foto rontgen thorax setelah hari ke-5.
  2. Diagnosa Banding
    Meningitis
    Meningoenchepalitis
    Enchepalitis
    Tetani karena hipocalsemia atau hipomagnesemia
    Trismus karena process lokal
  3. Komplikasi
    Bronkhopneumonia
    Asfiksia
    Sepsis Neonatorum


F. FAKTOR RESIKO DAN PENCEGAHAN
  1. Faktor resiko
    Tetanus neonatorum terjadi pada masa perinatal, antara umur 0 sampai 28 hari, terutama pada saat luka puntung tali pusat belum kering, sehingga spora C. tetani dapat mencemari dan berbiak menjadi kuman vegetatif.
    Menurut Foster, (1983) serta Sub Dinas PPM Propinsi Jawa Timur, (1989) terdapat 5 faktor resiko pokok tetanus neonatorum yaitu : (a) faktor resiko pencemaran lingkungan fisik dan biologik, (b) faktor cara pemotongan tali pusat, (c) faktor cara perawatan tali pusat, (d) faktor kebersihan pelayanan persalinan dan (e) faktor kekebalan ibu hamil.
    • Faktor Risiko Pencemaran Lingkungan Fisik dan Biologik
      Merupakan faktor yang menentukan kepadatan kuman dan tingginya tingkat pencemaran spora di lingkungannya. Risiko akan hilang bila lahan pertanian dan peternakan diubah penggunaannya.
    • Faktor Cara Pemotongan Tali Pusat
      Penggunaan sembilu, pisau cukur atau silet untuk memotong tali pusat tergantung pada pengertian masyarakat akan sterilitas. Setelah dipotong, tali pusat dapat disimpul erat-erat atau diikat dengan benang. Penolong persalinan biasanya lebih memusatkan perhatian pada ”kelahiran” plasenta dan perdarahan ibu.
    • Faktor Cara Perawatan Tali Pusat
      Tata cara perawatan perinatal sangat berkaitan erat dengan hasil interaksi antara tingkat pengetahuan, budaya, ekonomi masyarakat dan adanya pelayanan kesehatan di lingkungan sekitarnya. Masyarakat di banyak daerah masih menggunakan daun-daun, ramuan, serbuk abu dan kopi untuk pengobatan luika puntung tali pusat. Kebiasaan ini tidak dapat dihilangkan hanya dengan pendidikan dukun bayi saja.
    • Faktor Kebersihan Pelayanan Persalinan
      Merupakan interaksi antara kondisi setempat dengan tersedianya pelayanan kesehatan yang baik di daerah tersebut yang menentukan subyek penolong persalinan dan kebersihan persalinan. Untuk daerah terpencil yang belum terjangkau oleh pelayanan persalinan yang higienis maupun daerah perkotaan yang biaya persalinannya tak terjangkau oleh masarakat, peranan dukun bayi (terlatih atau tidak) maupun penolong lain sangatlah besar. Pelatihan dukun bayi dapat menurunkan kematian perinatal namun tidak berpengaruh pada kejadian tetanus neonatorum.
      Masih banyak ibu yang tidak memeriksakan kehamilannya (25 sampai 60%) dan lebih banyak lagi yang persalinannya tidak ditolong oleh tenaga medis (70%) sehingga resiko tetanus neonatorum bagi bayi lahir di Indonesia besar.
    • Faktor Kekebalan Ibu Hamil
      Merupakan faktor yang sangat penting. Antibodi antitetanus dalam darah ibu hamil yang dapat disalurkan pada bayinya dapat mencegah manifestasi klinik infeksi dengan kuman C. tetani (Suri, dkk,1964). Suntikan tetanus toksoid 1 kalipun dapat mengurangi kematian tetanus neonatorum dari 70-78 per 1000 kelahiran hidup menjadi 40 per 1000 kelahiran hidup (Newell, 1966, Black, 1980, Rahman, 1982).

  2. Pencegahan
    Tindakan pencegahan bahkan eliminasi terutama bersandar pada tindakan menurunkan atau menghilangkan factor-faktor resiko. Meskipun banyak faktor resiko yang telah dikenali dan diketahui cara kerjanya, namun tidak semua dapat dihilangkan, misalnya lingkungan fisik dan biologik. Menekan kejadian tetanus neonatorum dengan mengubah lingkungan fisik dan biologik tidaklah mudah karena manusia memerlukan daerah pertanian dan peternakan untuk produksi pangan mereka.
    Pendekatan pengendalian lingkungan dapat dilakukan dengan mengupayakan kebersihan lingkungan yang maksimal agar tidak terjadi pencemaran spora pada proses persalinan, pemotongan dan perawatan tali pusat. Mengingat sebagian besar persalinan masih ditolong oleh dukun, maka praktek 3 bersih, yaitu bersih tangan, alat pemotong tali pusat dan alas tempat tidur ibu (Dep. Kesehatan, 1992), serta perawatan tali pusat yang benar sangat penting dalam kurikulum pendidikan dukun bayi. Bilamana attack rate tak dapat diturunkan dan penurunan faktor risiko persalinan serta perawatan tali pusat memerlukan waktu yang lama, maka imunisasi ibu hamil merupakan salah satu jalan pintas yang memungkinkan untuk ditempuh.
    Pemberian tokoid tetanus kepada ibu hamil 3 kali berturut-turut pada trimester ketiga dikatakan sangat bermanfaat untuk mencegah tetanus neonatorum. Pemotongan tali pusat harus menggunakan alat yang steril dan perawatan tali pusat selanjutnya.


G. TATA LAKSANA
  • Medik
    Empat pokok dasar tata laksana medik : debridement, pemberian antibiotik, menghentikan kejang, serta imunisasi pasif dan aktif, yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
    1. Diberikan cairan intravena dengan larutan glukosa 5% dan NaCl fisiologis dalam perbandingan 4 : 1 selama 48-72 jam selanjutnya IVFD hanya untuk memasukan obat. Jika pasien telah dirawat lebih dari 24 jam atau pasien sering kejang atau apnea, diberikan larutan glukosa 10% dan natrium bikarbonat 1,5% dalam perbandingan 4 : 1 (jika fasilitas ada lebih baik periksa analisa gas darah dahulu). Bila setelah 72 jam bayi belum mungkin diberi minum peroral/sonde, melalui infus diberikan tambahan protein dan kalium.
    2. Diazepam dosis awal 2,5 mg intravena perlahan-lahan selama 2-3 menit, kemudian diberikan dosis rumat 8-10 mg/kgBB/hari melalui IVFD (diazepam dimasukan ke dalam cairan infus dan diganti setiap 6 jam). Bila kejang masih sering timbul, boleh ditambah diazepam lagi 2,5 mg secara intravena perlahan-lahan dan dalam 24 jam berikutnya boleh diberikan tembahan diazepam 5 mg/kgBB/hari sehingga dosis diazepam keseluruhannya menjadi 15 mg/kgBB/hari. Setelah keadaan klinis membaik, diazepam diberikan peroral dan diurunkan secara bertahap. Pada pasien dengan hiperbilirubinemia berat atau bila makin berat, diazepam diberikan per oral dan setelah bilirubin turun boleh diberikan secara intravena.
    3. ATS 10.000 U/hari, diberikan selama 2 hari berturut-turut dengan IM. Perinfus diberikan 20.000 U sekaligus.
    4. Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis, intravena selama 10 hari. Bila pasien menjadi sepsis pengobatan seperti pasien lainnya. Bila pungsi lumbal tidak dapat dilakukan pengobatan seperti yang diberikan pada pasien meningitis bakterialis.
    5. Tali pusat dibersihkan/kompres dengan alcohol 70%/Betadine 10%.
    6. Perhatikan jalan napas, diuresis, dan tanda vital. Lendir sering dihisap.

  • Keperawatan
    Perawatan intensif terutama ditujukan untuk mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi, menjaga saluran nafas tetap bebas, mempertahankan oksignasi yang adekuat, dan mencegah hipotermi. Perawatan puntung tali pusat sangat penting untuk membuang jaringan yang telah tercemar spora dan mengubah keadaan anaerob jaringan yang rusak, agar oksigenasi bertambah dan pertumbuhan bentuk vegetatif maupun spora dapat dihambat. setelah puntung tali pusat dibersihkan dengan perhydrol, dibutuhkan povidon 10% dan dirawat secara terbuka. Perawatan puntung tali pusat dilakukan minimal 3 kali sehari.
Sumber : http://kumpulan-asuhan-keperawatan.blogspot.com